Dosa Begal dan Hukumannya

Nikmat rasa aman dan damai dari ketakutan dan kejahatan termasuk nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada hambaNya. Nikmat ini sering dilupakan, namun begitu diharapkan oleh mereka yang sedang berada dalam situasi krisis dan penuh ancaman. Mirisnya, sering terdengar kasus adanya manusia yang sengaja merobek tabir nikmat itu, sembari merampas hak milik orang lain, tanpa memperdulikan akibat dari perbuatannya, seperti begal.

Tindakan begal atau rampok yang biasa dilakukan oleh penyamun disertai ancaman pada diri dan nyawa korban menggunakan senjata, baik di jalan, tempat sepi, padang pasir, laut (oleh bajak laut) atau sejenisnya dengan tujuan mengambil harta secara paksa dan terang-terangan (di tempat terbuka)[1] dilarang oleh Islam dan merupakan dosa yang sangat besar.

Tindakan ini bisa dilakukan oleh individu atau kelompok. Jika terbukti sengaja melakukan begal, maka pelaku dapat dijatuhi hukuman yang berat baik di dunia oleh pemerintah yang sah, maupun di akhirat, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran,

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya balasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki mereka secara menyilang, atau dibuang dari muka bumi. Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 33)

Secara umum, ada tiga pendapat ulama tentang hukuman bagi pelaku begal pada ayat ini:

  1. Pemerintah memilih hukuman yang sesuai, pelaku dibunuh tanpa disalib, dibunuh dan juga disalib, dipotong tangan dan kaki secara menyilang, atau dibuang dari negerinya. (Pendapat Said bin Musayyib, Mujahid, Atha, dan Ibrahum An-Nakha’i)
  2. Pemerintah menghukum pembegal sesuai sifatnya. Maka pemimpin begal yang merupakan otak komplotan, mengatur dan membuat rencana, dibunuh tanpa ada maaf, lalu pengeksekusi begal yang memiliki kekuatan fisik dipotong tangan dan kakinya secara menyilang, sedangkan anggota begal yang lemah pengaruh dan fisiknya dibuang dari negerinya dan dipenjara. (Pendapat Imam Malik bin Anas dan para ahli fiqih Madinah)
  3. Pemerintah menghukum pembegal sesuai aksi yang dilakukan, bukan sesuai sifat pembegal. Maka pelaku yang membunuh sekaligus mengambil harta dibunuh dan disalib, yang membunuh tanpa mengambil harta dibunuh tanpa disalib, yang mengambil harta tanpa membunuh dipotong tangan dan kakinya secara menyilang, yang ikut serta membegal untuk menakut-nakuti korban tanpa membunuh tanpa mengambil harta dihukum menurut kebijakan pemerintah (ta’zir). (Pendapat Ibnu Abbas, Al-Hasan, Qotadah, As-Sudy, dan Imam As-Syafi’i rahimahumullah, dan inilah madzhab fiqih yang umum dipakai di Indonesia dan sekitarnya).

Sedangkan Imam Abu Hanifah memiliki pendapat yang mirip dengan pendapat ketiga. Jika pelaku membunuh dan mengambil harta, maka pemerintah memilih antara: pelaku dibunuh lalu disalib, atau dipotong tangan dan kaki secara menyilang lalu dibunuh. Bagi yang menakut-nakuti saja dihukumi sama dengan yang lainnya.

Para ahli tafsir menafsirkan ayat Al-Qur’an أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ “Atau dibuang dari muka bumi” dengan empat tafsiran:

  1. Dijauhakan dari Negeri Islam menuju Negeri Syirik. (Pendapat Imam Malik bin Anas, Al-Hasan, Qotadah, dan Az-Zuhry)
  2. Dikeluarkan dari kota asal menuju kota yang lain. (Pendapat Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz dan Sa’id bin Jubair)
  3. Dipenjara. (Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik)
  4. Diusir supaya menjauh atau ditegakkan hukuman hudud atas mereka. (Pendapat Ibnu Abbas dan Imam As-Syafi’i rahimahumullah) [2]

Cara Memotong Tangan Begal

Maksud dari firman Allah ta’ala أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ yang artinya “dipotong tangan dan kaki secara menyilang” ialah: dipotong tangan kanan dan kaki kiri; dan kalau melakukan lagi, maka dipotong tangan kiri dan kaki kanan. Pemotongan dilakukan oleh petugas pemerintah menggunakan pedang, batas pemotongan dimulai dari pergelangan tangan dan mata kaki, lalu aliran darah setelah pemotongan dihentikan dengan mencelupkannya ke dalam minyak panas.

Mengapa Hukuman Begal Begitu Berat?

Allah subhanahuwata’ala ialah Pencipta manusia, maka dialah yang lebih tahu akan jati diri, sifat, kecenderungan dan naluri manusia. Ia lebih tahu jalan ketaatan apakah yang paling baik untuk ditempuh oleh makhluknya, dan hukuman apakah yang sesuai atas kemaksiatan yang dilakukan oleh makhluknya, tidak lain Dia syariatkan untuk kemaslahatan individu maupun masyarakat luas.

Selain memberikan efek jera pada pelaku begal dan komplotan begal lainnya, menjalankan syariat ini juga menghembuskan rasa aman kepada hati dan pikiran masyarakat dari ancaman begal yang bisa datang kapan saja saat bepergian. Hukuman tindakan begal tergolong berat dibandingkan tindakan kriminal lain. Bahkan para ulama bersepakat (Ijma’) kalau pelaku begal tidak bisa mendapatkan maaf dari hukumannya setelah tertangkap, berbeda dengan tindak kejahatan lain yang masih bisa dimaafkan. Sebabnya ialah: karena tindakan begal membahayakan publik, bukan seperti kasus pembunuhan sengaja atas dasar dendam pribadi yang bisa diselesaikan dengan kompromi antar dua kubu, bisa dengan maaf atau membayar ganti rugi (diat).

Begal Masih Bisa Bertaubat

Jika pelaku begal bertaubat, bertekad tidak akan membegal lagi sebelum tertangkap oleh petugas, maka ia masih bisa terbebas dari hukuman, namun jika masih aktif membegal kemudian tertangkap, maka tidak ada ampun baginya, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menangkap mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 34)

Dalam syariat, Jika perbuatan mengambil harta dilakukan tanpa senjata dan sembunyi-sembunyi maka tidak termasuk perbuatan begal yang tersebut dalam ayat, melainkan tindakan pencurian yang hukumannya berbeda dengan pembegalan. [3]

Referensi:

[1] Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah. As-Siyasah As-Syar’iyyah Syarh Muhammad bin Solih Al-Utsaimin. 1433 H/2012 M. Dar Ibnul Jauzy. Cetakan pertama. 128.

[2] Abul Hasan Ali Muhammad Al-Bashry Al-Baghdady Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthoniyyah Wal Wilayat Ad-Diniyah. 1432 H/2011M. Darul Kutub Al-Ilmiyah. Cetakan keempat, 77-79.

[3] Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah. As-Siyasah As-Syar’iyyah Syarh Muhammad bin Solih Al-Utsaimin. 1433 H/2012 M. Dar Ibnul Jauzy. Cetakan pertama. 128.

Diterjemahkan, diringkas dan disusun di Universitas Islam Madinah, Kerajaan Arab Saudi, Sabtu 28 Jumadal Akhira 1441 H (22 Februari 2020 M)

Oleh: Iskandar Alukal L.c.

Artikel hukumpolitiksyariah.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *