Seperti Sedekah, Bacaan Al Quran Bisa Terbuka atau Rahasia

Oleh: Ery Santika Adirasa S.ST. M.Ag.

Rasulullah s.a.w. bersabda,

الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ

 “Orang yang mengeraskan bacaan Al Qur’an bagaikan orang yang menampakkan sedekah, dan orang yang memelankan bacaan Al Qur’an ibarat orang yang bersekah dengan sembunyi-sembunyi.” (HR. Abu Daud, Nasai, Tirmidzi)

Makna Hadis

1. Membaca Al-Qur’an dengan lantang seperti bersedekah secara terbuka

Rasulullah s.a.w. menyamakan orang yang membaca Al-Qur’an dengan suara keras seperti orang yang bersedekah secara terang-terangan. Ini menunjukkan bahwa membaca Al-Qur’an dengan suara lantang dapat bermanfaat, terutama jika dimaksudkan untuk mengajarkan orang lain atau menginspirasi mereka agar lebih mencintai Al-Qur’an. Menjadi syiar Islam, terutama di tempat yang membutuhkan penguatan keimanan. Memperkuat hafalan dan meningkatkan kekhusyukan diri sendiri.

Namun, sebagaimana dalam sedekah terbuka, membaca Al-Qur’an dengan suara keras harus diiringi dengan niat yang ikhlas, bukan untuk pamer atau mencari pujian. Jika niatnya tidak lurus, maka bisa terjerumus dalam riya’ (ingin dilihat orang).

2. Membaca Al-Qur’an secara pelan seperti bersedekah secara sembunyi-sembunyi

Rasulullah s.a.w. juga menyamakan membaca Al-Qur’an dengan suara pelan seperti bersedekah secara diam-diam. Ini menunjukkan bahwa ada keutamaan dalam membaca Al-Qur’an dengan suara lirih, terutama jika dikhawatirkan timbulnya riya’ atau kesombongan jika dibaca dengan suara keras. Dilakukan dalam ibadah pribadi, seperti tahajud atau tadabbur, agar lebih khusyuk.

Dan jangan sampai mengganggu orang lain. Sebagaimana sedekah secara sembunyi-sembunyi lebih utama karena lebih jauh dari riya’, demikian pula membaca Al-Qur’an dengan pelan memiliki nilai lebih dalam hal menjaga keikhlasan.

Keseimbangan dalam Beramal

Hadis ini mengajarkan keseimbangan dalam beramal. Baik membaca Al-Qur’an dengan lantang maupun pelan memiliki keutamaannya masing-masing tergantung situasi dan niat. Rasulullah s.a.w. tidak secara mutlak mengatakan yang satu lebih baik dari yang lain, tetapi memberikan perumpamaan agar seorang Muslim bijak dalam memilih cara yang paling sesuai.

Kesimpulan dan Hikmah Hadis

1. Membaca Al-Qur’an dengan lantang atau pelan harus disesuaikan dengan niat dan keadaan.

2. Membaca Al-Qur’an dengan lantang bisa menjadi syiar dan pengingat bagi orang lain, tetapi harus tetap ikhlas.

3. Membaca Al-Qur’an dengan pelan lebih menjaga keikhlasan dan lebih mendekatkan hati kepada Allah, terutama dalam ibadah pribadi.

4. Islam mengajarkan keseimbangan dalam segala hal, termasuk dalam membaca Al-Qur’an.

Hadis ini mengajarkan bahwa keutamaan sebuah amal bukan hanya dari bentuk lahiriahnya, tetapi dari niat dan dampaknya. Seorang Muslim yang cerdas akan tahu kapan harus membaca Al-Qur’an dengan lantang untuk kebaikan umat dan kapan harus membaca dengan pelan untuk menjaga keikhlasan dalam ibadahnya.

Diterjemahkan dan diringkas di Singosari, Malang, Jawa timur, Indonesia, Sabtu 1 Ramadan 1446 H (1 Maret 2025 M)

Oleh: Ery Santika Adirasa, S.ST, M.Ag.
Editor: Iskandar Zulqarnain, B.A., M.A.

Artikel hukumpolitiksyariah.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *