Pentingnya Pendidikan yang Kompeten bagi Da’i

Seorang da’i adalah pembawa risalah Islam yang bertugas menyampaikan kebenaran agama Allah kepada umat manusia. Tugas mulia ini memerlukan persiapan yang matang, terutama dari segi ilmu pengetahuan. Seorang da’i tidak cukup hanya bermodalkan semangat, lucu, atau retorika belaka, tetapi harus berbicara berdasarkan ilmu yang mendalam dan pemahaman yang benar. Tanpa dasar ilmu yang kokoh, dakwah menjadi tidak efektif atau bahkan menyesatkan umat.

Pentingnya pendidikan dan kompetensi seorang da’i ini sejatinya telah dicontohkan oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam dalam AlQur’an. Dalam kisahnya, Nabi Yusuf menawarkan dirinya untuk mengelola perbendaharaan Mesir, ia menyatakan dengan tegas:

قَالَ ٱجۡعَلۡنِي عَلَىٰ خَزَآئِنِ ٱلۡأَرۡضِ ۖ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٞ

“Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.”” (QS. Yusuf: 55)

Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Yusuf tidak hanya meminta jabatan tanpa alasan, tetapi ia memiliki kompetensi untuk mengemban amanah tersebut, yakni sifat hafiẓ (mampu menjaga) dan ‘alim (berpengetahuan). Dua sifat ini menjadi pelajaran penting bagi para da’i agar tidak hanya berbekal semangat, lucu atau retorika, tetapi juga kemampuan dan pengetahuan dalam menyampaikan risalah Islam.

Kewajiban Belajar bagi Seorang Da’i

Islam memandang ilmu sebagai dasar dari setiap amalan, termasuk dakwah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ

“Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”” (QS. Az-Zumar: 9)

Seorang da’i harus belajar secara serius agar memahami ilmu syar’i dengan baik. Belajar ini bisa melalui jalur pesantren/ma’had yang mendalami kitab-kitab warisan ulama, atau melalui pendidikan akademik seperti universitas Islam. Keduanya saling melengkapi, karena pesantren/ma’had memberikan dasar-dasar ilmu syar’i yang kuat, sementara pendidikan akademik melatih kemampuan analisis dan profesionalisme.

Profesionalisme dalam Dakwah

Dalam konteks dakwah, profesionalisme berarti kemampuan untuk:

1. Menguasai ilmu agama secara mendalam, baik Al Qur’an, Hadis, fikih, maupun aqidah.

2. Memahami metode komunikasi efektif, sehingga dakwah dapat disampaikan dengan hikmah (kebijaksanaan) sesuai firman Allah:

ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik …” (QS. An-Nahl: 125)

3. Mampu memberikan solusi nyata bagi umat, seperti yang dicontohkan oleh Nabi Yusuf a.s. dalam mengelola ekonomi Mesir berdasarkan wahyu dan kemampuannya.

4. Menghindari asal berbicara atau menyampaikan informasi yang tidak berdasarkan dalil jelas. Dalam hadisnya, Rasulullah s.a.w. bersabda:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Tirmidzi)

Manfaat Pendidikan yang Kompeten bagi Da’i

1. Kepercayaan Umat: Seorang da’i yang memiliki latar belakang pendidikan kuat akan lebih dipercaya oleh masyarakat.

2. Efektivitas Dakwah: Pesan yang disampaikan lebih berbobot dan dapat diterima oleh berbagai kalangan.

3. Peningkatan Keilmuan Pribadi: Seorang da’i terus berkembang secara intelektual dan spiritual.

4. Keteladanan: Dengan kompetensi yang dimiliki, seorang da’i menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatannya.

Penutup

Menjadi seorang da’i bukan hanya tentang berbicara, tetapi menyampaikan risalah dengan amanah, hikmah, dan ilmu. Oleh karena itu, seorang da’i wajib sadar akan pentingnya wajib belajar dan memiliki pendidikan yang kompeten. Seperti yang dicontohkan oleh Nabi Yusuf ‘alaihis salam, kompetensi adalah syarat penting untuk mengemban amanah. Dengan landasan ini, dakwah yang disampaikan akan menjadi lebih berkah, efektif, dan diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Diterjemahkan dan diringkas di Singosari, Malang, Jawa timur, Indonesia, Kamis 18 Jumadal Akhir 1445 H (19 Desember 2024 M)

Oleh: Ery Santika Adirasa, S.ST, M.Ag.
Editor: Iskandar Zulqarnain, B.A., M.A.

Artikel hukumpolitiksyariah.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *