Uslub Dakwah Dalam Al Qur’an

Uslub dakwah adalah metode atau gaya yang digunakan oleh seorang da’i (pendakwah) dalam menyampaikan pesan Islam kepada orang lain. Istilah uslub berasal dari bahasa Arab yang berarti “gaya” atau “metode,” sementara dakwah berarti “mengajak” atau “menyeru” kepada kebaikan, yaitu kepada jalan Allah s.w.t. sebagaimana yang diperintahkan dalam Al-Qur’an:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)

Uslub Dakwah yang Efektif

1. Hikmah (Kebijaksanaan).
Dakwah harus disampaikan dengan cara yang bijak, mempertimbangkan keadaan audiens agar pesan dapat diterima dengan baik. Pendekatan ini melibatkan logika dan pemahaman yang mendalam.

2. Mau’izah Hasanah (Nasehat yang Baik).
Penyampaian dakwah harus dilakukan dengan lembut, menyentuh hati, dan memberikan motivasi agar orang tergerak untuk memperbaiki diri.

3. Jadal Bil-Lati Hiya Ahsan (Debat dengan Cara yang Baik).
Jika ada perdebatan atau diskusi, seorang da’i harus tetap beradab, tenang, sopan, dan mengutamakan argumen yang kuat tanpa merendahkan lawan bicara.

Syaikh As Sa’di r.a. menyatakan tafsiran ayat ini yaitu:

كُلُّ أَحَدٍ عَلَىٰ حَسَبِ حَالِهِ وَفَهْمِهِ وَقَوْلِهِ وَانْقِيَادِهِ. وَمِنَ الْحِكْمَةِ الدَّعْوَةُ بِالْعِلْمِ لَا بِالْجَهْلِ، وَالْبَدَاءَةُ بِالْأَهَمِّ فَالْأَهَمِّ، وَبِالْأَقْرَبِ إِلَى الْأَذْهَانِ وَالْفَهْمِ، وَبِمَا يَكُونُ قَبُولُهُ أَتَمَّ، وَبِالرِّفْقِ وَاللِّينِ.

فَإِنِ انْقَادَ بِالْحِكْمَةِ، وَإِلَّا فَيُنْتَقَلُ مَعَهُ بِالدَّعْوَةِ بِالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ، وَهُوَ الْأَمْرُ وَالنَّهْيُ الْمَقْرُونُ بِالتَّرْغِيبِ وَالتَّرْهِيبِ.

“Setiap orang (didakwahi) sesuai dengan kondisi, pemahaman, perkataan, dan kepatuhannya. Termasuk hikmah adalah berdakwah dengan ilmu, bukan dengan kebodohan, dimulai dengan hal yang paling penting, lalu yang lebih penting, dengan sesuatu yang lebih dekat pada akal dan pemahaman, dengan hal yang lebih mudah diterima, serta dengan kelembutan dan kebaikan.”

“Jika seseorang mau menerima dengan hikmah, maka baiklah. Jika tidak menerima, maka berpindah kepadanya dengan dakwah melalui nasihat yang baik, yaitu perintah dan larangan yang disertai motivasi (targhib) dan ancaman (tarhib).”

إِمَّا بِمَا تَشْتَمِلُ عَلَيْهِ الْأَوَامِرُ مِنَ الْمَصَالِحِ وَتَعْدَادِهَا، وَالنَّوَاهِي مِنَ الْمَضَارِّ وَتَعْدَادِهَا، وَإِمَّا بِذِكْرِ إِكْرَامِ مَنْ قَامَ بِدِينِ اللهِ وَإِهَانَةِ مَنْ لَمْ يَقُمْ بِهِ.

وَإِمَّا بِذِكْرِ مَا أَعَدَّ اللهُ لِلطَّائِعِينَ مِنَ الثَّوَابِ الْعَاجِلِ وَالْآجِلِ وَمَا أَعَدَّ لِلْعَاصِينَ مِنَ الْعِقَابِ الْعَاجِلِ وَالْآجِلِ.

“Baik dengan menyebutkan manfaat yang terkandung dalam perintah-perintah Allah beserta penjelasannya, maupun bahaya yang terkandung dalam larangan-larangan Allah beserta penjelasannya, atau dengan menyebutkan kemuliaan yang diberikan kepada orang yang menegakkan agama Allah dan kehinaan bagi mereka yang tidak menegakkannya.”

“Atau dengan menyebutkan apa yang Allah sediakan bagi orang-orang yang taat berupa pahala, baik yang segera maupun yang tertunda, dan apa yang Allah sediakan bagi orang-orang yang durhaka berupa hukuman, baik yang segera maupun yang tertunda.”

فَإِنْ كَانَ [الْمَدْعُوُّ] يَرَىٰ أَنَّ مَا هُوَ عَلَيْهِ حَقٌّ، أَوْ كَانَ دَاعِيهِ إِلَى الْبَاطِلِ، فَيُجَادَلُ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ، وَهِيَ الطُّرُقُ الَّتِي تَكُونُ أَدْعَىٰ لِاسْتِجَابَتِهِ عَقْلًا وَنَقْلًا.

وَمِنْ ذٰلِكَ الِاحْتِجَاجُ عَلَيْهِ بِالْأَدِلَّةِ الَّتِي كَانَ يَعْتَقِدُهَا، فَإِنَّهُ أَقْرَبُ إِلَىٰ حُصُولِ الْمَقْصُودِ، وَأَنْ لَا تُؤَدِّيَ الْمُجَادَلَةُ إِلَىٰ خِصَامٍ أَوْ مُشَاتَمَةٍ تَذْهَبُ بِمَقْصُودِهَا، وَلَا تَحْصُلُ الْفَائِدَةُ مِنْهَا، بَلْ يَكُونُ الْقَصْدُ مِنْهَا هِدَايَةَ الْخَلْقِ إِلَى الْحَقِّ لَا الْمُغَالَبَةَ وَنَحْوَهَا.

“Jika orang yang diajak berdakwah [المَدْعُوُّ] meyakini bahwa apa yang ia yakini adalah benar, atau ia menjadi penyeru kepada kebatilan, maka ia diajak berdiskusi dengan cara yang terbaik. Yakni dengan cara yang paling mungkin membuatnya menerima, baik dari sisi logika maupun dalil syar’i.”

“Di antaranya adalah berhujjah dengan dalil-dalil yang ia percayai, karena itu lebih mendekatkan pada tercapainya tujuan. Dan agar perdebatan tidak menyebabkan permusuhan atau celaan yang menghilangkan maksud utama dakwah, serta tidak memberikan manfaat. Sebaliknya, tujuan dari perdebatan adalah membimbing manusia kepada kebenaran, bukan untuk mengalahkan lawan atau sejenisnya.” (Tafsir As Sa’di)

Jenis-Jenis Uslub Dakwah

1. Lisan (Ucapan).
Contohnya melalui ceramah, khutbah, atau diskusi keagamaan.

2. Tulisan.
Menulis buku, artikel, atau pamflet dakwah.

3. Perilaku (Keteladanan).
Dakwah yang dilakukan melalui akhlak yang baik, sebagaimana Rasulullah sallallahu a’laihi wasalam dikenal sebagai Uswatun Hasanah (teladan yang baik).

Contoh Uslub Dakwah Rasulullah sallallahu a’laihi wasalam.

1. Berbicara dengan Lembut.
Rasulullah sallallahu a’laihi wasalam selalu menggunakan kata-kata yang santun, sebagaimana Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun ketika menghadapi Fir’aun:

فَقُوْلَا لَهٗ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut.” (QS. Tha-Ha: 44)

2. Mengutamakan Dialog.
Rasulullah sallallahu a’laihi wasalam sering berdialog dengan masyarakat Quraisy, menjelaskan Islam tanpa paksaan.

3. Memberi Teladan yang Baik:
Akhlak mulia Rasulullah sallallahu a’laihi wasalam, seperti kejujuran dan kasih sayang, menjadi metode dakwah yang sangat efektif.

Penutup

Uslub dakwah adalah inti dari keberhasilan penyampaian risalah Islam. Dengan menerapkan metode yang sesuai dengan karakteristik audiens, dakwah akan lebih mudah diterima dan menghasilkan dampak yang positif. Pendekatan ini menuntut kebijaksanaan, kesabaran, dan akhlak yang mulia dari seorang da’i. Ingatlah sabda Nabi sallallahu a’laihi wa salam:

إنَّكُمْ لَا تَسَعُونَ النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ لِيَسَعْهُمْ مِنْكُمْ بَسْطُ الْوَجْهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ

“Sesungguhnya kalian tidak bisa menarik hati manusia dengan harta kalian. Akan tetapi kalian bisa menarik hati mereka dengan wajah berseri dan akhlak yang mulia.” (HR. Al Hakim)

Diterjemahkan dan diringkas di Singosari, Malang, Jawa timur, Indonesia, Ahad 7 Jumadal Akhir 1445 H (8 Desember 2024 M)

Oleh: Ery Santika Adirasa, S.ST, M.Ag.

Artikel hukumpolitiksyariah.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *