Mengusap Kepala Saat Wudhu, Sebagian atau Seluruhnya?

Mengusap kepala merupakan salah satu gerakan wajib wudhu sebagaimana perintah Allah Ta’ala dalam Al Quran,

وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ

“Dan usaplah kepalamu.” (QS. Al-Ma’idah: 6)

Perihal usapan kepala saat wudhu, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, apakah cukup diusap sebagian kepala saja ataukah seluruhnya.

Pendapat Pertama

Pendapat pertama menyatakan bahwa kepala cukup diusap sebagian saja, ini merupakan pendapat Imam At Tsauri, Imam Al Auza’i, Imam Abu Hanifah & Imam As Syafi’i rahimahumullah, yang mana mereka berhujjah dengan pendalilan sebagai berikut:

{وَامْسَحُوْا بِرُؤُوْسِكُمْ} عَلَى أَنَّ البَاءَ لِلتَبْعِيْضِ، وَبِمَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنْ المُغِيْرَةِ بِلَفْظ: “أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَأ فَمَسَحَ بِنَاصيَتهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ”

“{Dan usaplah kepalamu (ayat)}, huruf ba’ pada ayat tersebut ialah lit-tab’idh (mengindikasikan sebagian), begitu pula (hadits) riwayat Muslim dari Al Mughirah dengan lafadz: “Bahwasanya beliau Nabi Shallallahu A’laihi Wassalam berwudhu kemudian beliau mengusap ubun-ubunnya dan bagian atas surban.””[1]

Pendapat Kedua

Pendapat kedua menyatakan bahwa kepala diusap seluruhnya saat wudhu, ini merupakan pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad rahimahumallah, yang mana mereka berhujjah dengan pendalilan sebagai berikut:

واستدل الموجبون لمسحه كله بأحاديث كثيرة، كلها تصف وضوء النبي صلى الله عليه وسلم، منها حديث الباب، ومنها ما رواه الجماعة: ” مَسِحَ رأسه بيدَيْهِ فَاْقْبَلَ بِهِمَا وَأدْبِرَ، بَدَأ بُمَقدَّم رَأسِهِ، ثُمً ذَهَبَ بِهِمَا إِلى قَفاه، ثُم ردهما إِلَى المَكَانِ الذي بَدَأ مِنْهُ “

“Mereka yakni yang mewajibkan mengusap (kepala) secara menyeluruh berdalil dengan hadits yang banyak, seluruhnya menyifati wudhu Nabi Shallallahu A’laihi Wassalam, diantaranya adalah hadits bab ini dan hadits yang diriwayatkan oleh Al Jama’ah: “Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassalam mengusap kepala beliau dengan kedua tangannya dari depan hingga ke belakang (diawali dari depan kemudian dijalankan ke belakang sampai tengkuk), kemudian kembali dengan kedua tangannya sampai ke tempat beliau memulainya.”” [2]

Berkaitan dengan pembahasan usapan kepala dalam gerakan wudhu, hal tersebut merupakan perkara ibadah, tentunya para ahli ilmu telah menyepakati kaidah Fiqih,

اَلْأَصْلُ فِي العِبَادَاتِ التَّوْقيف والإِتِّبَاع

“Asal (hukum) dalam peribadatan adalah tauqif (berdasarkan ketetapan) dan ittiba’ (mengikuti dalil)”

Bertolak dari kaidah tersebut maka setiap peribadatan dalam agama Islam harus berdasarkan ketetapan syariat serta mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassalam. Maka sifat mengusap kepala ini juga harus dikembalikan kepada nash-nash tatacara Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassalam mengusap kepala dalam gerakan wudhu. Untuk itu, sifat wudhu beliau Shallallahu A’laihi Wassalam diterangkan dalam banyak hadits diantaranya,

ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ

“Kemudian (Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassalam) mengusap kepalanya dengan kedua tangan, dimulai dari bagian depan dan menariknya hingga sampai pada bagian tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat beliau memulai.” (HR. Bukhari, Muslim, An Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud, Ahmad & Malik)

Hadits ini menegaskan bahwa mengusap kepala dalam gerakan wudhu ialah secara menyeluruh. Para ulama yang mewajibkan usapan kepala secara menyeluruh juga membantah pihak yang menyatakan bolehnya mengusap sebagian kepala saja dengan sanggahan sebagai berikut:

بأن “الباء” لم ترد في اللغة للتبعيض وإنما معناها في الآية، الإلصاق. أي: ألصقوا المسح برؤوسكم والإلصاق هو المعنى الحقيقي للباء

“Bahwasanya dalam Bahasa Arab tidak ada huruf ba’yang bermakna sebagian, namun makna ba’ dalam ayat {وَامْسَحُوا بِرُؤوسِكم} adalah al ilshaq (berarti menempel), atau dengan kata lain: “Tempelkanlah oleh kalian pengusapan itu di kepala kepala kalian, inilah makna sebenarnya dari huruf ba’ tersebut.”” [3]

Juga dinyatakan sebagai berikut:

وقد سئل نفطويه وابن دريد عن معنى التبعيض في الباء فلم يعرفاه. وقال ابن برهان: من زعم أن الباء للتبعيض فقد جاء عن أهل العربية بما لا يعرفونه، قال ابن القيم: “لم يصح في حديث واحد أنه اقتصر على مسح بعض رأس البتة”

“Maka tatkala Nufutiyah dan Ibnu Duraid ditanya tentang makna sebagian dalam huruf ba’, mereka berdua tidak mengenalnya. Ibnu Burhan menyatakan: “Siapa yang menganggap ba’ bermakna sebagian berarti dia telah mendatangkan kaidah kepada ahli Bahasa Arab yang tidak pernah mereka ketahui”. Ibnu Qayyim berkata: “Tidak ada satupun hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassalam yang menerangkan bahwa beliau mengusap sebagian kepalanya. [4]

Adapun bolehnya mengusap sebagian kepala saat wudhu karena berdalil dengan riwayat Rasulullah Shallallahu A’laihi Wassalam tatkala berwudhu dengan mengusap ubun-ubunya serta di atas sorbannya, maka para pengikut Imam Ahmad rahimahullah berpendapat,

إِنَّمَا اقْتَصَرَ عَلَى مَسْحِ النَّاصِيَةِ لِأَنَّهُ كَمَّلَ مَسْحَ بَقِيَّةِ الرَّأْسِ عَلَى الْعِمَامَةِ، وَنَحْنُ نَقُولُ بِذَلِكَ، وَأَنَّهُ يَقَعُ عَنِ الْمَوْقِعِ كَمَا وَرَدَتْ بِذَلِكَ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ، وَأَنَّهُ كَانَ يَمْسَحُ عَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى الْخُفَّيْنِ، فَهَذَا  أَوْلَى، وَلَيْسَ لَكُمْ فِيهِ دَلَالَةٌ عَلَى جَوَازِ الِاقْتِصَارِ عَلَى مَسْحِ النَّاصِيَةِ أَوْ بَعْضِ الرَّأْسِ مِنْ غَيْرِ تَكْمِيلٍ عَلَى الْعِمَامَةِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ

“Nabi Shallallahu A’laihi Wassalam mengusap ubun-ubunnya, hanya karena beliau menyempurnakan pengusapan bagian kepala lainnya di atas kain sorbannya. Kami sependapat dengan pemahaman ini dan memang demikianlah kejadiannya, sebagaimana disebut dalam banyak hadis lain. Beliau Shallallahu A’laihi Wassalam dulu selalu mengusap pada kain sorbannya, juga pada sepasang sepatunya (saat memakainya sebagai ganti gerakan wudhu biasa). Pengertian inilah yang lebih utama, dan tiada dalil bagi kalian untuk memperbolehkan mengusap hanya sebatas pada ubun-ubun atau sebagian dari kepala tanpa menyempurnakannya dan tanpa mengusap bagian luar kain serban (jika dipakai).” [4]

Cara Mengusap Kepala saat Wudhu

Dari penjelasan di atas serta kembali kepada hadits-hadits sohih tentang tata cara pengusapan kepala pada gerakan wudhu, maka tata cara mengusap kepala saat wudhu ialah dengan dimulai dari bagian depan kepala, kemudian menariknya sampai pada bagian tengkuk, lalu menarik usapannya kembali ke tempat semula.

Sebagai tambahan, mengusap kepala ketika berwudhu langsung dilanjutkan dengan mengusap telinga satu kali, sebagaimana disebutkan dalam hadits,

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ كُلَّهُ ثَلَاثًا ثَلَاثًا قَالَ وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ مَسْحَةً وَاحِدَةً

“Dari Ibnu Abbas, dia pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berwudhu, maka dia sebutkan hadits tersebut seluruh (gerakan)-nya tiga kali tiga kali.” Dia berkata: “Dan beliau mengusap kepala dan kedua telinganya satu kali.” (HR. Abu Daud, sohih)

قَالَ أَبُو دَاوُد أَحَادِيثُ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ الصِّحَاحُ كُلُّهَا تَدُلُّ عَلَى مَسْحِ الرَّأْسِ أَنَّهُ مَرَّةً فَإِنَّهُمْ ذَكَرُوا الْوُضُوءَ ثَلَاثًا وَقَالُوا فِيهَا وَمَسَحَ رَأْسَهُ وَلَمْ يَذْكُرُوا عَدَدًا كَمَا ذَكَرُوا فِي غَيْرِهِ

“Abu Daud berkata: “Semua hadits riwayat Utsman radliyallahu ‘anhu yang sohih menunjukkan bahwa mengusap kepala adalah satu kali. Mereka menyebutkan bahwa (gerakan) wudhu itu tiga kali, kemudian mereka menyebutkan padanya tentang mengusap kepala, namun mereka tidak menyebutkan bilangannya sebagaimana yang mereka sebutkan ketika mensucikan anggota badan lainnya.”” [5]

Adapun cara mengusap telinga diterangkan dalam hadits berikut,

ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ بَاطِنِهِمَا بِالسَّبَّاحَتَيْنِ وَظَاهِرِهِمَا بِإِبْهَامَيْهِ

“Kemudian Beliau Shallallahu A’laihi Wassalam mengusap kepalanya beserta kedua telinganya, bagian dalam telinga dengan kedua jari telunjuknya dan bagian luar telinga dengan kedua ibu jari. (HR. An Nasai, hasan sohih)

Cara Mengusap Kepala saat Wudhu Bagi Wanita

Cara mengusap kepala saat wudhu bagi wanita sama seperti laki-laki, karena secara hukum asal, keumuman contoh peribadatan yang dilakukan oleh Nabi diperuntukan bagi laki-laki maupun perempuan. Sedangkan untuk berubah dari hukum asal atau keluar dari sebuah keumuman hukum (membedakan wudhu laki & perempuan)  maka harus dengan adanya dalil.

Jika rambut perempuan itu panjang, maka kepala diusap hanya sampai tengkuk, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam,

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَضْرِبُ شَعَرُهُ مَنْكِبَيْهِ

“Dari Anas bahwa rambut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terurai sampai ke kedua bahunya.” (HR.Muslim)

Berdasarkan riwayat ini rambut Rasulullah Shallallau ‘Alaihi Wassalam juga panjang sebahu, tetapi pada saat wudhu beliau Shallallau ‘Alaihi Wassalam hanya mengusap sampai tengkuknya saja. Maka demikian pula bagi wanita jika rambutnya panjang, tatacara mengusap kepala saat wudhu cukup diusap sampai tengkuk.

Kalau rambutnya dikuncit, apa perlu membuka kuncitnya/sanggulnya? Untuk pembahasan ini terdapat riwayat hadits,

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي، فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ. قَالَ: لَا، إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ، ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ، فَتَطْهُرِينَ.

“Dari Ummu Salamah dia berkata, “Saya berkata: “Wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, lalu aku membukanya untuk mandi junub.” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka), cukuplah kamu menumpahkan air pada kepalamu tiga kali, kemudian curahkan air padamu, maka kamu telah suci.”” (HR. Muslim)

Sebagaimana tersebut dalam hadits ini, Ummu Salamah mengepang/menguncit rambut, tapi ketika mandi junub diperbolehkan oleh Rasulullah tidak membuka kuncit rambutnya. Pada dasarnya wudhu dan mandi junub ini sama-sama mensucikan dari hadats. Wanita dalam wudhu boleh tidak membuka kuncitnya, terlebih wudhu yang dicontohkan hanya mengusap kepalanya sampai tengkuknya.

Lalu bagaimana jika wanita ingin berwudhu dan dia mepakai kerudung dan berada di tempat umum?

Maka terdapat riwayat hadits,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ

“Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berwudhu, lalu mengusap bagian depan kepalanya, bagian atas surban dan bagian atas kedua khufnya.” (HR. Muslim)

Pada riwayat yang lain diterangkan dengan lafadz,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ” مَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ وَالْخِمَارِ

“Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mengusap kedua khuf dan khimar.” (HR. Muslim)

Pada dua hadits ini, penyebutan lafadz khimar & imamah (sorban) memiliki status yang sama. Sedang perempuan kebanyakan berkerudung atau menggunakan khimar, maka bisa diusap bagian depan kepala/ubun-ubun, kemudian dilanjutkan dengan mengusap bagian atas khimar atau kerudung.

Kesimpulan

Berdasarkan dalil-dalil yang lebih kuat, bagian kepala yang diusap saat wudhu ialah seluruhnya, dimulai dari bagian depan dan menariknya sampai bagian tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat semula serta mengusap kedua telinga, bagian dalam dengan kedua jari telunjuk dan bagian luar telinga dengan kedua ibu jari, sekali usap. Wallahu A’lam Bishowab

Referensi:
[1] Abu Abdurrahman Abdullah Al Bassam. Taisir Al Allam Syarah Umdatul Ahkam. Maktabat As Shahabah. Kairo. Cetakan 10. 1426 H/ 2006 M. Hal. 28.
[2] Abu Abdurrahman Abdullah Al Bassam. Taisir Al Allam Syarah Umdatul Ahkam. Maktabat As Shahabah. Kairo. Cetakan 10. 1426 H/ 2006 M. Hal. 28.
[3] Abu Abdurrahman Abdullah Al Bassam. Taisir Al Allam Syarah Umdatul Ahkam. Maktabat As Shahabah. Kairo. Cetakan 10. 1426 H/ 2006 M. Hal. 28.
[4] Ismail bin Umar Ibnu Katsir. Tafsir Al Quran Al Adzim. Dar At Thaibah. Cetakan 2 1420H/1999M. 3/50.
[5] Abu Daud Sulaiman bin Ats Ats. Sunan Abu Daud. Darul Risalah Al Alamiyah. Cetakan 1 1430H/2009 M. 1/79.

Diterjemahkan & disusun di:
Singosari, Malang, Jawa timur, Indonesia, Senin 8 Safar 1443 H (14 September 2021 M)

Oleh: Ust. Ery Abu Nusaibah
Editor: Iskandar Alukal, L.c.

Artikel hukumpolitiksyariah.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *