Sentuhan Lawan Jenis Apakah Membatalkan Wudhu?

Sehubungan dengan perkara sentuhan lawan jenis terhadap batal atau tidaknya kesucian wudhu, telah disebutkan hukumnya dalam Al Quran firman Allah ta’ala,

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلٰوةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰىٓ أَوْ عَلٰى سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَآئِطِ أَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَآءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِّنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ حَرَجٍ وَلٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6)

Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban seorang hamba yang hendak shalat untuk bersuci dari hadats supaya berwudhu, serta menjelaskan sebab yang menjadikan seseorang untuk kembali bersuci apabila ia batal dari sifat sucinya. Lalu berkaitan dengan pertanyaan: “Apakah menyentuh wanita membatalkan kesucian wudhu?” Maka dalam permasalahan ini terdapat 2 pendapat utama dari kalangan para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dikarenakan perbedaan pemahaman atas teks ayat, yaitu pada kalimat,

لٰمَسْتُمُ النِّسَآءَ

“Kalian menyentuh wanita.” (QS. Al Maidah: 6)

Pendapat pertama.

Kata laamasa (لاَمَسَ) yang berarti “menyentuh”, ada yang menafsirkannya dengan sentuhan biasa selain jima’ atau hubungan badan. Pendapat ini menyatakan bahwa menyentuh wanita dengan sentuhan biasa membatalkan wudhu, inilah pendapat sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

اللَّمْسُ: مَا دُونَ الْجِمَاعِ

“Al lams bermakna selain jima’ (segala sesuatu yang lebih ringan dari persetubuhan).” [1]

Pendapat kedua.

Adapun pendapat kedua, kata laamasa (لاَمَسَ) yang berarti “menyentuh” dimaknai dengan jima’ atau berhubungan badan, bukan sentuhan biasa. Pendapat ini menyatakan bahwa jima’/hubungan badan membatalkan wudhu, tidak untuk sentuhan biasa. Makna ini merupakan pendapat sahabat Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

اللَّمْسُ وَالْمَسُّ وَالْمُبَاشَرَةُ: الْجِمَاعُ، وَلَكِنَّ اللَّهَ يَكْنِي بِمَا شَاءَ

“Sesungguhnya al lams, al mass dan al mubasyarah bermakna jima’ (berhubungan badan), akan tetapi Allah menyebut (isyarat) sesuai dengan yang ia kehendaki.” [2]

Kalau kita telisik kembali kedua perbedaan penafsiran dari kalangan sahabat Nabi dalam permasalah ini, Allah ta’ala memberi panduan kepada hamba-Nya apabila terjadi perbedaan pendapat untuk kembali kepada nash dalam firmanNya,

فَإِنْ تَنٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْأَاخِرِ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisa: 59)

Dari sini kita belajar mengikuti panduan Allah ta’ala untuk kembali kepada sumber hukum asli agama Islam yang salah satunya adalah hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dari kedua perbedaan tersebut, tentu sahabat Ibnu Abbas memiliki landasan/dalil untuk menafsirkan kata sentuhan dengan jima’.

Dalil-Dalil Sentuhan Wanita Tidak Membatalkan Wudhu.

Terdapat beberapa hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa sentuhan lawan jenis tidak membatalkan wudhu, diantaranya:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَهَا وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menciumnya, (setelah itu keluar shalat) dan tidak berwudlu lagi.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah & Ahmad)

Berdasar hadits ini maka Nabi pernah mencium salah seorang istrinya, lalu beliau shalat tanpa berwudhu lagi, andaikata menyentuh wanita secara biasa itu membatalkan wudhu, tentu secara mafhum muwafaqah mestinya mencium juga membatalkan wudhu, karena status mencium lebih berat dari sekedar menyentuh, akan tetapi faktanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berwudhu lagi.

Juga pada riwayat hadits,

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهَا قَالَتْ: كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْلاَيَ فِي قِبْلَتِهِ فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي، فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا، قَالَتْ: وَالبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ.

Dari Aisyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya ia berkata: “Aku pernah tidur (posisinya) di depan Rasulullah shallallahu a’laihi wassalam, sementara kedua kakiku di arah kiblatnya, ketika beliau sujud, beliau menyentuh kakiku, lalu aku tarik kedua kakiku. Apabila beliau berdiri maka aku luruskan (kembali) keduanya.” Aisyah berkata: “Rumah-rumah pada waktu itu tidak memiliki lampu penerang.” (HR. Bukhari)

Riwayat ini mempertegas bahwa di dalam shalat Rasulullah shallallahu a’laihi wassalam menyentuh kaki Aisyah, jika hal ini membatalkan wudhu tentu beliau tidak akan melakukannya.

Pendapat ini dikuatkan lagi dengan riwayat hadits,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَلَمَسْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا هُوَ سَاجِدٌ وَقَدَمَاهُ مَنْصُوبَتَانِ

“Suatu malam aku kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka tersentuhlah beliau olehku di masjid, ternyata beliau sedang sujud dengan kedua telapak kakinya yang tegak ke atas. (HR. Abu Daud, Muslim, Tirmidzi, & Nasa’i)

Riwayat hadits ini menerangkan bahwa ketika Rasulullah shallallahu a’laihi wassalam sujud dalam shalat, kaki beliau disentuh Aisyah radhiyallahu ‘anha, padahal beliau sedang sujud, andaikata hal itu membatalkan wudhu tentu beliau tidak melanjutkan shalatnya.

Perkara ini diterangkan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abu Daud, penulisnya berkata,

أَنَّ اللَّمْس مُرَاد بِهِ الْجِمَاع لِوُجُودِ الْقَرِينَة وَهِيَ حَدِيث عَائِشَة فِي التَّقْبِيل، وَحَدِيثهَا فِي لَمْسهَا لِبَطْنِ قَدَم رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَدْ فَسَّرَ بِهِ اِبْن عَبَّاس الَّذِي عَلَّمَهُ اللَّه تَأْوِيل كِتَابه

“Bahwasanya yang dimaksud dengan al lams (sentuhan) adalah jima’/persetubuhan, karena adanya qorinah (indikasi) yaitu hadits Aisyah tentang masalah penciuman, dan haditsnya tentang sentuhannya kepada telapak kaki Rasulullah shallallahu a’laihi wassalam. Ibnu Abbas telah menafsirkanya demikian, yang mana beliau memiliki keutaaman yang diajarkan Allah Ta’ala kepadanya, menjelaskan ta’wil/tafsir kitabNya.” [3]

Sebagaimana doa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu,

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

“Ya Allah, pahamkanlah ia terhadap agama dan ajarilah ia ta’wil (tafsir).” (HR. Ahmad)

Dengan demikian penafsiran sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkaitan dengan sentuhan lawan jenis tidaklah membatalkan wudhu lebih tepat, karena penjelasan makna sentuhan itu sendiri telah dikembalikan pada hadits-hadits berupa perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga menyentuh lawan jenis yang membatalkan wudhu maksudnya ialah jima’ atau persetubuhan. –wallahu a’lam-

Referensi:
[1] Muhammad Ibnu Jarir At Thabari. Jamiul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an. Muassasatur Risalah. Cetakan 1. 1420 H/2000 M. 8/393.
[2] Muhammad Ibnu Jarir At Thabari. Jamiul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an. Muassasatur Risalah. Cetakan 1. 1420 H/2000 M. 8/389.
[3] Abu Thoyyib Muhammad Abadi. ‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Daud.  Al Maktabah As Salafiyyah. Cetakan 2. 1388 H/1968. 1/302.

Diterjemahkan & disusun di:
Singosari, Malang, Jawa timur, Indonesia, Senin 5 Muharram 1443 H (14 Agustus 2021 M)

Oleh: Ust. Ery Abu Nusaibah
Editor: Iskandar Alukal, L.c.

Artikel hukumpolitiksyariah.com

2 thoughts on “Sentuhan Lawan Jenis Apakah Membatalkan Wudhu?”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *