Kapan Waktu Walimah Nikah?

Arti walimah dalam Kamus Kontemporer (Al Mu’jam Al Mu’ashiroh) ialah:

كُلُّ طَعَامٍ يُتَّخَذُ لِجَمْعٍ أَوْ لِدَعْوَةِ أَوْ فَرْحٍ

“Semua makanan yang disediakan untuk pertemuan, undangan atau untuk kegembiraan.”

Sehubungan dengan perkara walimah ini ada beberapa atsar, diantaranya yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ تَزَوَّجَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Bahwa Abdurrahman bin ‘Auf menikah pada masa Rasulullah shallallahu ‘a’aihi wasallam dengan maskawin (berupa) emas seberat biji kurma, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.”” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadits ini menjelaskan tentang perintah walimah atau undangan perjamuan makan setelah Abdurrahman bin ‘Auf melakukan akad nikah.

Pada riwayat yang lain juga disebutkan diadakannya sunnah walimah setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikah, Anas bin Malik rahiyallahu ‘anhu berkata,

بَنَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ فَأَرْسَلَنِي فَدَعَوْتُ رِجَالًا إِلَى الطَّعَامِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menikahi seorang wanita, lalu beliau mengutusku hingga aku pun mengundang beberapa orang untuk makan-makan.” (HR. Bukhari).

Di dalam kitab Subulus Salam karya Imam As Shon’ani diterangkan,

وَصَرَّحَ الْمَاوَرْدِيُّ مِنْ الشَّافِعِيَّةِ بِأَنَّهَا عِنْدَ الدُّخُولِ قَالَ ابْنُ السُّبْكِيّ: وَالْمَنْقُولُ مِنْ فِعْلِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَنَّهَا بَعْدَ الدُّخُولِ، وَكَأَنَّهُ يُشِيرُ إلَى قِصَّةِ زَوَاجِ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ لِقَوْلِ أَنَسٍ «أَصْبَحَ يَعْنِي النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَرُوسًا بِزَيْنَبِ فَدَعَا الْقَوْمَ

“Imam Al Mawardi ulama dari (madzhab) As Syafiiyah menerangkan bahwasanya walimah dilakukan setelah hubungan badan, Ibnu As Subki mengatakan: “Menurut riwayat yang dinukilkan dari perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa walimah diadakan setelah hubungan badan”. Keterangan beliau seolah menunjuk kepada kisah pernikahan Zainab bintu Jahsy sebagaimana perkataan Anas bin Malik: “Jadilah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pengantin baru dengan menikahi Zainab, lalu beliau undang kaum (masyarakat)”.

Yang menjadikan sebab adanya walimah adalah adanya akad nikah, ini juga sesuai kaidah Fiqih:

الْحُكْمُ الْحَادِثُ يُضَافُ إِلَى السَّبَبِ الْمَعْلُوْمِ

“Hukum suatu perkara dikaitkan dengan sebab yang sudah diketahui.”

Maka berdasar hadits-hadits di atas dan keterangan para ulama, walimah nikah itu secara umum diadakan setelah akad nikah, bisa setelah hubungan badan suami istri, ataupun setelah akad nikah dari pertemuan pengantin pria dan wanita itu sendiri.

Wallahu A’lam.

Disusun di Langlang, Singosari, Malang, Jawa Timur, Indonesia, Ahad, 11 Syawwal 1442 H (23 Mei 2021 M)

Oleh: Ust. Ery Abu Nusaibah

Artikel hukumpolitiksyariah.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *