Empat Macam Ambisi Harta & Takhta Menurut Al Quran

Dalam Al Quran, manusia digolongkan menjadi 4 golongan terkait ambisi memperoleh harta dan takhta:

Golongan Pertama:

Golongan pertama ialah mereka yang ambisi berkedudukan supaya dipandang tinggi di mata manusia lainnya (sombong) disertai perbuatan merusak, yaitu perbuatan maksiat kepada Allah. Merekalah para raja, penguasa dan petinggi yang sewenang-wenang, seperti Fir’aun beserta komplotannya, merekalah makhluk terburuk. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ

“Sungguh Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qoshos: 4)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا يدخل الجنة من في قلبه مثقال ذرة من كبر، ولا يدخل النار من في قلبه مثقال ذرة من إيمان فقال رجل: يا رسول الله! إني أحب أن يكون ثوبي حسناً، ونعلي حسنا، أفمن الكبر ذاك؟ قال: لا، إن الله جميل يحب الجمال. الكبر: بطر الحق، وغمط الناس.

“Tidaklah masuk surga siapa yang di dalam hatinya terdapat seberat biji atom kesombongan, dan tidaklah masuk neraka siapa yang di dalam hatinya terdapat seberat biji atom keimanan. Lalu seorang lelaki bertanya: “Hai Rasulullah! Sungguh aku suka jika pakaianku bagus, sandalku bagus, apakah itu termasuk kesombongan?” Nabi menjawab: “Bukan, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Kesombongan ialah menolak/mengingkari kebenaran dan meremehkan/memandang rendah manusia lain”” (HR. Muslim)

Sabda Rasulullah yang artinya: “Tidaklah masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji atom kesombongan”, maksudnya ialah ia tidak akan bisa masuk surga secara sempurna tanpa terlebih dahulu disiksa dalam neraka. Karena kesombongannya itu, ia akan dimasukkan ke dalam neraka, disiksa, lalu setelah dibersihkan ia bisa mendapatkan syafaat – jika Allah kehendaki – lalu dikeluarkanlah ia.

Sedangkan sabda Rasulullah yang artinya: “Tidaklah masuk neraka orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji atom keimanan”, maksudnya ialah ia tidak akan masuk neraka secara mutlak dan abadi, namun ia akan dikeluarkan dari neraka setelah cukup dibersihkan dari dosa-dosanya dengan adzab, lalu dikeluarkanlah menuju surga karena setitik iman yang ia miliki.

“Menyukai keindahan” maksudnya ialah menyukai perbuatan berhias bagi manusia, bukan berarti mencintai fisik lahiriah manusia. Karena konteks hadits di atas ialah anjuran bagi manusia agar supaya merapikan, membersihkan dan menghias dirinya tanpa disertai rasa sombong dan membanggakan dirinya. Itulah golongan terburuk, makhluk yang meninggikan diri (sombong) dan merusak.

Golongan Kedua:

Manusia yang melakukan perbuatan merusak tanpa ambisi berkedudukan supaya dipandang tinggi di mata manusia (tanpa sombong), seperti para pencuri dan kiriminal lain dari golongan buruk umat manusia. Mereka bersifat merusak tatanan kehidupan masyarakat tanpa disertai ambisi dipandang mulia. Mereka hanya menginginkan harta untuk kelangsungan hidupnya, namun dengan cara yang salah. Para pencuri pasti dipandang rendah, dan tidak lagi memiliki kehormatan di kalangan manusia. Golongan kedua ini juga tidak baik, Allah ta’ala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS. An Nisa’: 29)

Golongan Ketiga:

Manusia yang ambisi berkedudukan supaya dipandang lebih tinggi dengan tujuan membanggakan dirinya (sombong) di mata manusia tanpa adanya keinginan merusak atau perbuatan zalim kepada yang lain. Mereka memiliki ilmu agama, namun memiliki niatan agar terlihat lebih baik, lebih alim, lebih tinggi dari yang lain, bukan untuk tujuan akhirat.

Pada dasarnya manusia berkedudukan sama di sisi Allah, hanya saja dalam berkehidupan duniawi, mereka ditakdirkan memiliki tanggung jawab atau amanah yang berbeda supaya saling mengisi dan saling membantu, bukan supaya saling membaggakan diri dan berlaku sombong, Allah ta’ala berfirman,

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ

“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS. Al An’am: 165)

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain (saling menolong).” (QS. Az Zukhruf: 32)

Golongan Keempat:

Merekalah calon penghuni surga, orang-orang beriman yang tidak berambisi supaya dipandang tinggi (sombong) di mata manusia, serta tidak menginginkan kerusakan dan kemaksiatan. Padahal boleh jadi dia lebih tinggi dari yang lain. Allah ta’ala berfirman,

تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

“Negeri akhirat itu, Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak ingin tinggi (menyombongkan diri) dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashas: 83)

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139)

فَلَا تَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ وَاللَّهُ مَعَكُمْ وَلَنْ يَتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ

“Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah pun bersamamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu.” (QS. Muhammad: 35)

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ

“Padahal kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin.” (QS, Al-Munafiqun: 8)

Penulis juga berdalil dengan ayat-ayat lain, diantaranya yang lebih jelas firman Allah ta’ala,

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Kemuliaan bagi manusia ialah kemuliaan di sisi Allah. Betapa banyak manusia yang sombong, ingin ditinggikan di mata manusia namun justru semakin direndahkan, betapa banyak manusia yang tawadhu’ (rendah hati), tidak ingin dianggap lebih tinggi dari yang lain, tidak ambisi berkedudukan, serta tidak membuat kerusakan berupa kemasksiatan, dia fokus menjalankan amanah yang dia emban, namun justru diangkat derajatnya oleh Allah subhanahu wata’ala.

Ingin dianggap lebih tinggi (sombong) dan menganggap yang lain tidak selevel dengan dirinya termasuk kezaliman (meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya), karena pada dasarnya manusia berasal dari jenis yang sama, yaitu hamba dan makhluk Allah, semua memiliki kewajiban yang sama kepada Allah, yaitu beribadah kepadaNya. Karena hal ini termasuk kezaliman, maka manusia lainpun pasti membenci dan memusuhi manusia sombong, sebab orang yang adil di antara mereka tidak bisa menerima jika ditekan oleh sesama sejenisnya. Sedangkan yang tidak adil dari kalangan manusia, ingin berbuat zalim sebagaimana yang menekan itu berbuat zalim. Karena itulah diperlukan dua hal, yaitu agama dan akal sehat daripada kemudian manusia menjadi saling meninggikan diri (sombong) kepada sesamanya.

Dulu ketika kami (penulis kitab) masih kecil pernah diperdengarkan cerita. Ada seseorang bertanya kepada yang lain: “Bagaimana kamu memandang orang lain?” dia menjawab: “Aku melihat mereka layaknya raja besar, lebih tinggi di atas kedudukanku.” Maka penanya berkata: “Mereka memandangmu juga seperti itu.” Ditanya pula kepada orang yang kedua: “Bagaimana kamu memandang mereka?” dia menjawab: “Aku memandang mereka tidak lain kecuali seperti biji jagung atau semacamnya.” Penanya pun berkata: “Sungguh mereka memandangmu juga seperti itu.”.

Yakni, sebagaimana kamu memandang orang lain, orang lainpun akan memandangmu seperti itu pula. Ketika kamu memandang seseorang berada pada sebuah kedudukan, maka orang lain pun akan menganggapmu pada sebuah kedudukan tertentu juga, baik meninggikan maupun merendahkannya.

Apa yang Muslim Wajib Lakukan Jika Harta & Takhta Berada di Tangannya?

Tibalah fungsi syariat Islam, syariat ada untuk mengalokasikan harta dan takhta itu demi jalan Allah (fii sabilillah). Jika maksud dari pencapaian harta dan kedudukan itu ialah agar mendekatkan diri kepada Allah, menegakkan agamaNya, infaq di jalanNya, maka di situlah kebaikan agama dan dunia. Jika kekuasaan berdiri sendiri tanpa agama, atau agama saja tanpa kekuasaan, tatanan kehidupan manusia akan rusak.

Jalan yang lurus yaitu jalan mereka yang dianugerahi kenikmatan oleh Allah, dari kalangan para nabi, para shiddiq, para syahid, dan orang-orang saleh, jalan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, jalan para khalifah dan sahabatnya, merekalah para pendahulu pertama dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta jalan yang mengikuti mereka dengan baik radhiyallahu ‘anhum, dijanjikanlah oleh Allah bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai kekal selama-lamanya, dan sungguh itulah kemenangan yang agung. Kewajiban seorang muslim ialah berusaha sebaik-baiknya dalam urusan ini (harta & takhta). Barangsiapa yang diangkat untuk sebuah jabatan dengan maksud ketaatan kepada Allah, menegakkan agama semampunya, memperhatikan kemaslahatan kaum muslimin, semampunya menjalankan kewajiban yang ia emban, menjauhi keharaman, ia tidak akan dihukum karena harta dan takhta itu.

Sungguh, menyerahkan takhta/jabatan/kedudukan kepada orang-orang baik jauh lebih baik daripada memberikan jabatan kepada orang-orang jahat. Maka wajib bagi siapa saja agar mendahulukan Al Quran dan Al Hadits karena Allah ta’ala (ikhlas), dengan meminta pertolongan kepada Allah, lalu dunia digunakan sebagai alat pembantu menegakkan kedua pusaka suci itu. Sebagaimana ucapan sahabat Nabi Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu:

يا ابن آدم أنت محتاج إلى نصيبك من الدنيا، وأنت إلى نصيبك من الآخرة أحوج، فإن بدأت بتصيبك من الآخرة مر بنصيبك من الدنيا فاتنظمها انتظاماً، وإن بدأت بنصيبك من الدنيا فاتك نصيبك من الآخرة، وأنت من الدنيا على خطر.

“Hai anak Adam, kau membutuhkan bagian duniamu, sedangkan bagian akhirat lebih kau butuhkan. Jika kau memulai dengan bagian akhiratmu, maka bagian dunia akan mengikuti, maka aturlah serapi-rapinya. Jika kau memulai dengan bagian dunia, maka bagian akhirat akan meninggalkanmu, sedang bagian duniamu dalam keadaan bahaya.”

Asal-muasal dari ucapan Muadz bin Jabal ialah firman Allah ta’ala,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dariyat: 56-58)

Referensi:

[1] Ibnu Utsaimin. Syarh As Siyasah As Syar’iyyah karya Ibnu Taimiyyah.

Diterjemahkan dan diringkas di Banjararum, Singosari, Malang, Indonesia, Ahad, 18 Muharram 1442 H (6 September 2020 M)

Oleh: Iskandar Alukal, Lc.

Artikel hukumpolitiksyariah.com

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *